KPK Dalami Dugaan Biaya Kuota Tambahan Haji, Ketum Amphuri Diperiksa
- calendar_month Kam, 4 Sep 2025

Ketua Umum DPP AMPHURI Firman M Nur saat konferensi pers di sela Mukernas AMPHURI 2025 di Yogyakarta, Minggu (20/7/2025) (ANTARA/Luqman Hakim)
SEPUTARAN.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan adanya biaya untuk memperoleh kuota tambahan haji tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi. Pada Senin (2/9), penyidik memeriksa Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) yang juga Direktur Utama PT Kafilah Maghfirah Wisata, Firman Muhammad Nur.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa saksi diminta menerangkan secara detail soal proses mendapatkan kuota tambahan. “Saksi didalami bagaimana proses mendapatkan kuota tambahan, berapa yang diberangkatkan dari kuota tambahan, berapa biaya yang diminta agar mendapatkan kuota tambahan, dan mengapa orang yang baru mendaftar di 2024 bisa berangkat di 2024 atau tidak mengikuti nomor urut keberangkatan,” ujar Budi.
Tidak hanya Firman, KPK juga memanggil dua saksi lain, yakni Staf PT Tisaga Multazam Utama, Kushardono, serta Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya, Agus Andriyanto. Keduanya dimintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
Penyidikan ini sudah diumumkan sejak 9 Agustus 2025, usai KPK memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025. Dalam kesempatan itu, KPK menyampaikan telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Hasil penghitungan awal BPK menunjukkan kerugian negara dalam kasus kuota haji tersebut mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK kemudian mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Langkah ini diambil agar para pihak terkait tidak menghilangkan barang bukti atau kabur ke luar negeri.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satu hal yang dipertanyakan adalah pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota tambahan secara seimbang, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyebutkan kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi haji reguler.
Temuan tersebut menjadi perhatian serius DPR dan semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan kuota tambahan haji.
- Penulis: Tim Seputaran