HNW Desak Kementerian Haji Terbentuk Maksimal 30 Hari Usai UU Disahkan
- calendar_month Sel, 26 Agu 2025

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2025). (ANTARA/dokumentasi pribadi)
SEPUTARAN.COM, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. RUU tersebut akan dibawa ke rapat paripurna pada Selasa untuk disahkan menjadi undang-undang.
RUU ini membawa perubahan besar, salah satunya peningkatan status kelembagaan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dipimpin seorang menteri. Sebelumnya, kelembagaan tersebut baru berbentuk badan melalui Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), menegaskan kementerian baru itu wajib dibentuk segera setelah undang-undang berlaku.
“Alhamdulillah usulan tersebut kini telah disetujui dan disepakati bersama baik oleh DPR maupun Pemerintah. Sekarang RUU ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR-RI untuk disahkan menjadi Undang-Undang,” kata HNW di Jakarta, Selasa.
Menurut HNW, pembentukan kementerian paling lambat dilakukan 30 hari sejak undang-undang diundangkan. Ia menilai langkah ini penting agar penyelenggaraan haji dan umrah dapat dikelola lebih profesional dan berkeadilan.
Salah satu poin penting dalam RUU adalah pengembalian asas pertama penyelenggaraan haji dan umrah pada prinsip syariah. Dengan dasar ini, ketentuan batas usia minimal 18 tahun atau sudah menikah untuk berangkat haji resmi dihapus.
HNW menjelaskan bahwa prinsip syariah menetapkan syarat keberangkatan haji bagi mereka yang sudah mukallaf atau akil baligh.
Selain itu, RUU juga memperkuat aspek keselamatan, keamanan, dan pelayanan. Dengan tambahan prinsip tersebut, pelayanan haji diharapkan dapat berjalan lebih ikhlas, optimal, dan profesional bagi seluruh jemaah.
HNW menegaskan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji. Ia menyinggung kasus jual beli kuota yang saat ini tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami juga concern agar tidak berulangnya kasus jual beli kuota haji. Dalam RUU disepakati jika ada tambahan kuota haji harus dibahas bersama DPR, tentu dengan prinsip kejujuran, kebaikan, kebenaran, transparansi, dan keadilan,” tegas anggota Komisi VIII DPR itu.
RUU ini juga menambahkan Bab XA tentang Keadaan Luar Biasa dan Kondisi Darurat. Pasal tersebut menjadi dasar hukum untuk mengantisipasi bencana alam, perang, kerusuhan, hingga pandemi seperti COVID-19 yang dapat memengaruhi pelaksanaan haji dan umrah.
HNW memberikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang selama ini menjadi penyelenggara ibadah haji. Ia berharap dengan terbentuknya kementerian baru, penyelenggaraan haji dan umrah akan lebih amanah, sukses, dan membawa berkah.
“Dengan tidak berulang kembalinya permasalahan klasik dalam penyelenggaraan haji,” ujarnya.
Dengan penguatan kelembagaan, DPR dan pemerintah menargetkan penyelenggaraan haji di masa depan akan semakin transparan, adil, dan sesuai prinsip syariah.
- Penulis: Tim Seputaran
- Sumber: Antaranews.com