KPK Jelaskan Niat Jahat di Balik Kasus Kredit LPEI PT SMJL dan PT MAS
- calendar_month Jum, 29 Agu 2025

Pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit, Hendarto berjalan mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8/2025). KPK menetapkan Hendarto sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait penerimaan fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merugikan keuangan negara mencapai Rp1,7 triliun. FOTO/Hafidz Mubarak A/bar
SEPUTARAN.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya niat jahat atau mens rea dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus ini terjadi pada klaster debitur PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) di bawah grup PT Bara Jaya Utama (BJU).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan, “Pihak debitur PT SMJL mengajukan kredit dengan agunan lahan sawit yang berada di hutan lindung dan konservasi, padahal izin usaha perkebunan telah dicabut dan SHGU tidak akan terbit.” Pernyataan ini disampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8) malam.
Menurut Asep, LPEI sebagai kreditur juga memiliki niat jahat. Lembaga ini tetap memproses Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) pada 2014 meski ketentuan pembiayaan sengaja diabaikan. Fasilitas kredit yang diberikan meliputi Kredit Investasi Ekspor (KIE) senilai Rp950 miliar untuk PT SMJL selama Oktober 2014–Oktober 2015, serta Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) senilai Rp115 miliar.
Untuk PT MAS, fasilitas kredit sebesar 50 juta dolar AS diberikan pada April 2015. Niat jahat muncul saat proyeksi arus kas perusahaan 2016–2019 menunjukkan kerugian, sehingga dinilai tidak mampu melunasi pinjaman bank. LPEI tetap menyetujui kredit dengan menghitung cash flow berdasarkan konsolidasi grup PT BJU, termasuk memasukkan PT Kalimantan Prima Nusantara (KPN) yang belum beroperasi.
Setelah fasilitas kredit cair, pemilik PT SMJL dan PT MAS, Hendarto, tidak menggunakan dana untuk operasional perusahaan. Dana dipakai untuk kepentingan pribadi, seperti pembelian aset, kendaraan, kebutuhan keluarga, hingga berjudi. Hanya Rp17 miliar dari total pinjaman PT SMJL dan Rp110 miliar dari total pinjaman PT MAS yang digunakan untuk kebutuhan operasional.
Penyidik KPK telah melakukan penyitaan aset berupa uang tunai, tanah, bangunan, kendaraan, perhiasan, tas mewah, dan barang mewah lainnya senilai total Rp540 miliar. Dugaan kerugian negara akibat klaster debitur PT SMJL dan PT MAS mencapai Rp1,7 triliun.
Sebelumnya, pada 3 Maret 2025, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus kredit LPEI, dua dari pihak LPEI dan tiga dari debitur PT Petro Energy. Nama tersangka LPEI meliputi Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan. Sementara tersangka dari PT Petro Energy adalah Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susi Mira Dewi Sugiarta.
Pada 28 Agustus 2025, KPK menetapkan Hendarto sebagai tersangka untuk klaster debitur PT SMJL dan PT MAS. Total terdapat 15 debitur yang menerima fasilitas kredit, yang diduga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp11 triliun.
- Penulis: Tim Seputaran
- Sumber: Antaranews.com