KPK Ungkap Masih Ada Dua Klaster Debitur dalam Skandal Kredit LPEI
- calendar_month Jum, 29 Agu 2025

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri) bersama Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8/2025). (Rio Feisal)
SEPUTARAN.COM Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penanganan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) masih berlanjut. Lembaga antirasuah itu menyebut masih ada dua klaster debitur yang sedang dalam proses penyidikan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dua klaster tersebut berada di luar kelompok PT Petro Energy (PE), PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) yang tergabung dalam grup PT Bara Jaya Utama (BJU).
“Kalau saya tidak salah ingat, ini dibagi menjadi empat klaster. Di SMJL dengan BJU grupnya ada satu klaster, kemudian ada PE dengan beberapa perusahaan lain, dan ada perusahaan lainnya juga. Yang lain sedang berjalan,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8) malam.
KPK sebelumnya telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini. Pada 3 Maret 2025, lima orang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri dari dua pejabat LPEI dan tiga pihak swasta dari PT Petro Energy.
Dua pejabat LPEI tersebut adalah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi serta Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan. Dari pihak debitur PT Petro Energy, tersangka yaitu Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Terbaru, pada 28 Agustus 2025, KPK menetapkan Hendarto sebagai tersangka terkait klaster PT Sakti Mait Jaya Langit dan PT Mega Alam Sejahtera dalam grup PT Bara Jaya Utama.
KPK mengungkap total ada 15 debitur yang memperoleh fasilitas kredit dari LPEI dalam perkara ini. Dugaan penyimpangan dalam penyaluran kredit tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga lebih dari Rp11 triliun.
Asep memastikan proses hukum untuk klaster debitur lain masih berjalan. “Yang lain sedang berjalan,” tegasnya.
Dengan nilai kerugian yang sangat besar, kasus ini dipastikan menjadi salah satu fokus utama KPK pada 2025.
- Penulis: Tim Seputaran
- Sumber: Antaranews.com