Akademisi: Demonstrasi Bukan Bukti Demokrasi Gagal, Khilafah Bukan Solusi
- calendar_month Rab, 10 Sep 2025

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Dr Cecep Hidayat. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)
SEPUTARAN.COM, Jakarta – Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr. Cecep Hidayat, mengingatkan bahwa sistem demokrasi yang dianut Indonesia harus dijaga dengan serius. Menurutnya, propaganda yang menyebut demonstrasi sebagai bukti kegagalan demokrasi hanyalah upaya kelompok radikal untuk menawarkan khilafah sebagai solusi.
Ia menegaskan bahwa demonstrasi yang muncul di sejumlah wilayah Indonesia pada akhir Agustus 2025 sebenarnya berangkat dari aspirasi rakyat terkait kesejahteraan dan penegakan hukum. Namun, isu tersebut kemudian dipelintir menjadi narasi bahwa “demokrasi gagal” dan jawabannya adalah “khilafah”.
“Kalau kita bicara dalam perspektif ilmu politik, kualitas demokrasi justru diuji pada saat menghadapi krisis. Bagaimana negara menyalurkan aspirasi publik dan memperbaiki kelemahannya, itu jauh lebih penting ketimbang mengganti sistem yang sudah ada,” jelas Cecep di Jakarta, Rabu.
Ia menilai pola propaganda kelompok radikal ini merupakan cara klasik memanfaatkan keresahan sosial. Klaim bahwa demokrasi gagal, menurutnya, bukan analisis objektif, melainkan strategi memperluas pengaruh ideologi tertentu dengan memanfaatkan momentum.
Kerusuhan yang mengiringi aksi protes bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Kondisi ini justru dimanfaatkan pihak-pihak berkepentingan, termasuk jaringan radikal, dengan membungkus narasi “demokrasi gagal” untuk menarik simpati.
Menurut Cecep, narasi itu tidak pernah menyentuh akar persoalan sebenarnya. Ia menyoroti risiko yang timbul bila masyarakat terbawa arus propaganda tersebut. Demonstrasi yang berujung anarkisme bisa meluas menjadi konflik horizontal karena adanya provokasi kekerasan, ajakan penjarahan, hingga penghakiman sepihak terhadap kelompok masyarakat lain.
Sebagai solusi, Cecep mendorong pemerintah memperkuat mekanisme penyaluran aspirasi rakyat. Ia menekankan bahwa ruang partisipasi publik harus dibuka selebar-lebarnya agar masyarakat merasa suaranya dihargai tanpa harus turun ke jalan dengan risiko korban jiwa.
Ia menambahkan, demokrasi hanya akan bertahan jika masyarakat percaya bahwa aspirasi mereka memiliki saluran yang jelas. Karena itu, ia berharap Indonesia tidak kembali mundur ke arah otoritarianisme seperti yang dialami beberapa negara lain setelah gelombang protes besar.
“Kita sudah memilih jalan demokrasi sejak 1999, dan itu adalah komitmen yang harus dijaga,” pungkasnya.
- Penulis: Tim Seputaran