BRICS Tegas Tolak Pemerasan Tarif, Lindungi Anggota dari Sanksi Merugikan
- calendar_month Sel, 9 Sep 2025

Arsip - (Kiri ke kanan) Menlu Rusia Sergey Lavrov, Presiden UAE Sheikh Mohamed bid Zayed al-Nahyan, Presiden RI Prabowo Subianto, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, PM India Narendra Modi, PM China Li Qiang, PM Etiopia Abiy Ahmed, PM Mesir Mostafa Madbouly dan Menlu Iran Abbas Araghchi berfoto bersama dalam KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (6/7/2025). ANTARA FOTO/HO/Biro Pers-Muchlis jr/wpa/foc/aa.
SEPUTARAN.COM, Bogota – Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, menegaskan bahwa negara-negara BRICS menghadapi praktik perdagangan yang merugikan. “Negara kita telah menjadi korban praktik perdagangan yang tak dapat dibenarkan dan ilegal. Pemerasan via tarif seperti diwajarkan sebagai alat menaklukkan pasar dan mengintervensi urusan dalam negeri,” katanya dalam rapat virtual BRICS, Senin. Lula menyoroti tindakan ini tanpa menyebut secara langsung Amerika Serikat.
Pertemuan daring yang diketuai Brasil ini diikuti oleh para pemimpin China, Mesir, Indonesia, Iran, Rusia, dan Afrika Selatan. Selain itu, Pangeran Mahkota Abu Dhabi Khaled bin Mohamed bin Zayed, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, dan Wakil Perdana Menteri Ethiopia Hadera Abera juga hadir.
Lula menyampaikan kekhawatiran tentang langkah-langkah ekstra-teritorial yang mengancam kedaulatan anggota BRICS. “Sanksi sekunder membatasi kebebasan kita dalam memperkuat perdagangan dengan negara-negara bersahabat,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa integrasi perdagangan dan finansial antaranggota BRICS menjadi pilihan aman untuk memitigasi dampak proteksionisme. Menurut data yang disampaikan Lula, BRICS kini mencakup 40 persen pendapatan domestik bruto (PDB) global, 26 persen perdagangan internasional, dan hampir setengah populasi dunia.
Presiden Brasil juga menekankan peran negara-negara Global Selatan dalam membentuk paradigma pembangunan berbeda. Strategi ini dinilai penting untuk mencegah munculnya Perang Dingin baru. “BRICS mampu menghadirkan model pembangunan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh anggotanya,” kata Lula.
Presiden China Xi Jinping menambahkan, “Hegemonisme, unilateralisme, dan proteksionisme jadi semakin marak saat ini.” Ia menekankan bahwa perang dagang dan perang tarif oleh beberapa negara sangat mengganggu ekonomi dunia dan melemahkan hukum perdagangan internasional.
Presiden Rusia Vladimir Putin turut hadir, meski pernyataan resmi Kremlin hanya menekankan diskusi mengenai kerja sama di bidang perdagangan, ekonomi, finansial, investasi, dan sektor lainnya.
Sementara itu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengusulkan pembentukan “front bersama BRICS melawan sanksi Barat.” Menurutnya, situasi saat ini tidak hanya mengancam kepentingan nasional, tetapi juga mengganggu kerja sama global dan membuat pembangunan berkelanjutan sulit diwujudkan.
Pertemuan BRICS kali ini menegaskan komitmen anggota untuk menolak pemerasan tarif ilegal dan proteksionisme. Para pemimpin menekankan bahwa integrasi perdagangan dan keuangan antarnegara menjadi strategi utama untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan Global Selatan.
“Integrasi BRICS adalah jalan aman untuk menghadapi tantangan perdagangan global,” tutup Lula.
- Penulis: Tim Seputaran