Dewan Pers Dorong Uji Materi UU Pers untuk Tegaskan Hak Perlindungan Wartawan
- calendar_month Ming, 7 Sep 2025

Anggota Dewan Pers Abdul Manan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di Jakarta, Sabtu (6/9/2025). (ANTARA/HO-Iwakum)
SEPUTARAN.COM, Jakarta – Anggota Dewan Pers, Abdul Manan, menilai uji materi Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bisa memperjelas makna perlindungan hukum bagi wartawan. Pasal ini berbunyi, “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Abdul menyatakan, “Pasal 8 UU Pers, menurut saya memang sangat multitafsir karena hanya mengatakan bahwa wartawan dalam menjalankan profesinya mendapatkan perlindungan hukum, tetapi perlindungan hukum seperti apa yang bisa dilakukan? Nah itu kan terlalu abstrak.”
Menurutnya, banyak pihak sulit memahami makna pasal tersebut karena tafsirnya terlalu abstrak. Seringkali, hal ini memicu kebingungan bagi aparat penegak hukum maupun wartawan sendiri.
Abdul menjelaskan, misalnya seorang polisi dapat memberikan perlindungan hukum ketika melihat wartawan dihalang-halangi atau alat liputannya dirampas. “Perlindungan tersebut dapat diberikan sebab ketika seseorang menjadi wartawan, maka menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya,” ujarnya.
Ironisnya, ia menambahkan, tidak jarang aparat yang seharusnya melindungi malah melakukan kekerasan terhadap wartawan. “Jadi, bukannya melindungi, tetapi malah menjadi pelaku,” kata Abdul dengan nada prihatin.
Abdul berharap uji materi Pasal 8 UU Pers yang dimohonkan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dapat mendorong Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir lebih jelas. Tafsir yang rinci akan membantu aparat penegak hukum, eksekutif, yudikatif, dan legislatif memahami peran mereka dalam melindungi wartawan.
“Tafsir lebih detail dari yang di Pasal 8 itu saya kira itu akan memperjelas bagi aparat penegak hukum, atau bagi negara baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif tentang apa yang harusnya dia lakukan untuk melindungi wartawan,” jelasnya.
Sebelumnya, Iwakum mengajukan permohonan uji materi Pasal 8 UU Pers ke Mahkamah Konstitusi pada 19 Agustus 2025. Dalam petitumnya, mereka meminta MK menafsirkan pasal tersebut menjadi:
1. “Tindakan kepolisian dan gugatan perdata tidak dapat dilakukan terhadap wartawan dalam melaksanakan profesinya berdasarkan kode etik pers.”
2. “Pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap wartawan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pers.”
Langkah ini dianggap krusial karena memberikan kepastian hukum bagi wartawan saat menjalankan tugasnya. Dengan tafsir yang lebih jelas, diharapkan risiko pelanggaran hak wartawan oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi dapat diminimalkan.
Uji materi ini pun menjadi sorotan bagi banyak pihak. Abdul menyimpulkan bahwa klarifikasi pasal ini tidak hanya melindungi wartawan, tetapi juga memperkuat prinsip demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
- Penulis: Tim Seputaran